Pokok Bahasan Buku Karangan Riwanto Tirtosudarmo, Mencari Indonesia


Berikut ini adalah pokok bahasan dari buku Riwanto Tirtosudarmo yang berjudul Mencari Indonesia, yang dulu digunakan untuk soal ujian mata kuliah "Sumber Daya Manusia". Silahkan dibaca :)


Manusia adalah pelaku segala tindakan, baik sebagai individu maupun sosial. Memandang manusia sebagai pelaku maupun tujuan, menjadikan mannusia sebagai konsep yang kompleks dan bersifat multidimensional. Hal-hal penting dalam buku ini antara lain adalah, pertama, akan dilacak secara garis besar konteks kesejarahan yang melatarbelakangi munculnya teori dan konsepsi yang kemudian dikenal sebagai perspektif sumber daya manusia. Kedua, masuknya perspektif sumber daya manusia ke Indonesia tidak mungkin terlepas dari konteks politik. Ketiga, akan dikemukakan relevansi perspektif sumber daya manusia setelah rezim Soeharto orde baru berganti menjadi rezim reformasi pasca Soeharto sejak tahun 1998 hingga sekarang.
Salah satu nasib dari ilmuwan di Negara miskin adalah tak terhindarkannya posisi sebagai konsumen teori dan konsep yang diproduksi oleh ilmuwan negeri kaya. Human resources merupakan sebuah konsep generic yang berasal dari konsep human capital, yang dipopulerkan oleh dua orang ahli ekonomi Amerika Serikat, Garry Becker dan Theodore Schultz. Pada tahun 1961 Theodore W Schultz menulis artikel di American economic Review yang berjudul “Investment in Human Capital”. Lalu pada tahun 1979 Schultz menerima hadiah Nobel untuk sumbangannya dalam ilmu ekonomi. Sampai sekarang, banyak orang yang percaya bahwa masyarakat perlu melakukan investasi dalam human capital untuk menciptakan ekonomi yang produktif dan untuk memperluas kesempatan dan pilihan-pilihan bagi penduduk. Salah satu isu dalam teori Schultz adalah persoalan menempatkan tanggung jawab pada individu untuk menjadikan dirinya educated dan mengubah dirinya menjadi anggota masyarakat yang produktif. Menjelang abad ke 20, Garry S Becker mendapatkan hadiah Nobel untuk ekonomi karena telah memperluas domain teori ekonomi terhadap aspek-aspek tingkah laku manusia yang sebelumnya hanya menjadi perhatian disiplin ilmu-ilmu social di luar ilmu ekonomi seperti sosiologi, demografi, dan kriminologi. Sejak awal tahun 1960-an Becker mulai menggeluti secara penuh isu human capital bersama-sama dengan Theodore Schultz yang kemudian melahirkan thesis:”pendidikan investigasi”. Pada tahun 1970-an Becker memperluas pemikirannya tentang penggunaan waktu didalam keluarga. Pembicaraan tentang human capital selalu diwarnai pengaruh keluarga tentang pengetahuan, keahlian, nilai-nilai, dan kebiasaan dari anak-anak. Teori human capital hanya menekankan tanggung jawab pada individu dan mengabaikan bekerjanya factor-faktor social dan politik yang justru sangat menentukan apakah seorang individu memiliki kesempatan untuk memasuki lembaga pendidikan yang baik. Kritik-kritik semacam inilah yang ikut melatarbelakangi dimunculkannya konsep human development pada awal tahun 1990-an. Pergeseran dari human capital ke human development mencerminkan adanya kesadaran bahwa tanggung jawab pada akhirnya tidak mungkin sepenuhnya dibebankan pada individu, tetapi pada masyarakat dan Negara. Human development adalah sebuah lingkungan tempat orang atau penduduk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara penuh, dan penduduk adalah kekayaan nyata dari sebuah bangsa. Kemampuan yang paling dasar bagi “pembangunan manusia” adalah panjang umur dan sehat, sesuatu yang menjadikan berpengetahuan, memiliki akses terhadap sumber-sumber yang dibutuhkan untuk hidup layak sehingga mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Ilmu-ilmu social dan kemanusiaan berbeda dengan ilmu-ilmu alam. Ilmu social dan kemanusiaan berusaha memahami manusia itu sendiri, baik sebagai individu maupun sebagai sebuah group, kelompok, atau komunitas. Adanya tuntutan terhadap pemanfaatan ilmu-ilmu social dan kemanusiaan dalam penyelesaian masalah-masalh social politik yang dihadapi, terutama oleh Negara, mendorong penelitian-penelitian social yang bersifat aplikatif atau terapan yang bertujuan untuk mencari pemecahan masalah. Temuan Cooled an Hover (1958) di India pada pertengahan tahun 1950-an yang secara meyakinkan memperlihatkan korelasi yang tinggi antara kemiskinan dan laju pertumbuhan penduduk. Penelitian lain yang berpengaruh adalah dari Ester Boserup (1970) yang memperlihatkan kaitan yang erat antara perubahan demografis, kependudukan perempuan, dan produktivitas pertanian didaerah pedesaan. Dua studi ini merupakan sebuah contoh dari penelitian yang bersifat monodisiplin terhadap studi pembangunan. Lalu Philpott menunjukan bagaiman penduduk di tanah jajahan telah mengalami perubahan konstruksi sejalan dengan perkembangan wacana modernitas di Eropa yang dimulai pada abad ke-17. Diskursus tentang penduduk lazimnya dilakukan oleh cabang ilmu pengetahuan yang bernama demografi. Demografi secara konvensional dibedakan menjadi dua yaitu demografi tehnik dan demografi social. Dalam perkembangannya, demografi bernula dari usaha-usaha untuk mengukur besarnya jumlah penduduk pada suatu wilayah. Professor Nathanael Iskandar, seorang ahli ekonomi adalah pelopor disiplin demografi di Indonesia. Selain Nathanael Iskandar, Widjojo Nitisastro adalah ahli ekonomi yang sangat memahami arti penting dimensi kependudukan dalam pembangunan Indonesia. Pada pertengahan tahun 1950-an Widjojo Nitisastro melakukan studi bersama Profesor Nathan Keyfitz, seorang demografi social dari Universitas Harvard yang diperbantukan di Badan Perancangan Nasional, tentang permasalahan kependudukan dan pembangunan. Hasil kerjasama ini kemudian diterbitkan sebagau buku tahun 1955 yang diberi judul Soal Penduduk dan Pembangunan Indonesia.
Perspektif SDM dalam tulisan ini memiliki dua arti, yaitu (1) sebuah cara pandang yang menempatkan SDM sebagai focus dalam analisis social, dan (2) sebuah strategi pembangunan atau pengembangan masyarakat yang menempatkan SDM sebagai prioritas dalam proses pembangunan atau pengembangan masyarakat yang dilakukan. Indonesia lahir sebagai sebuah Negara-bangsa dari reruntuhan perang dunia II. Jepang yang saat itu menduduki wilayah yang kemudian menjadi Indonesia kalah perang dengan Negara sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Tahun 1965 merupakan turning point dalam sejarah Indonesia karena sejak saat itu Indonesia memilih untuk berkiblat ke Negara-negara barat. Oleh karena itu, perkembangan ilmu-ilmu social di indonesai juga tidak terhindarkan dari pegaruh perubahan politik yang terjadi setelah tahun 1965 ketika “aliran kiri” dalam politik ditumpas dan Indonesia memasuki periode politik yang mementingkan pragmatism dan pembangunan ekonomi. Perkembangan ilmu-ilmu social setelah tahun1965 bergerak searah dengan kepentingn politik ekonomi rezim Soeharto yang berkuasa yang menganggap bahwa masyarakat biasa dan harus direkayasa untuk mencapai tujuan. Melalui hasil penjualan minyak bumi, kayudan berbagai kekayaan alam lain, pemerintahan Soeharto dengan dibantu para teknokrat-ekonomnya terbukti berhasil meningkatkan pendapatan rata-rata penduduk secara meyakinkan. Soeharto lagi-lagi mendapatkan pengharagaan dari UNFPA karena bisa meningkatkan tingkat melek huruf dan pendidikan rata-rata penduduk, meningkatkan tingkat harapan hidup, dan berhasil dalam emnurunkan laju pertumbuhan penduduk. Pembangunan ekonomi sebagai soko-guru dari pemerintahan rezim Soeharto dapat diajalankan secar terencana terutama karena didukung oleh kebijakan dibidang politik yang “represif”. Melihat cirri-ciri dimiliki oleh pemerintahan Soeharto, Herberth Feith, menggolongkan sebagai repressive development regime. Dalam rezim politik yang represif, yang sangat mementingkan pembangunan ekonomi ini, berbagai perundangan, antara lain UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 5 tahun 1979 

Categories: Share

Leave a Reply